Sabtu, 20 Juni 2009

Angklung

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Angklung merupakan kesenian lokal yang harus dilestarikan. Kesenian ini merupakan budaya bangsa. Masyarakat sudah mulai melupakan budaya lokalnya ini. Sebagai generasi muda kita wajib untuk ikut melestarikan budaya ini.

1.2 TUJUAN PENYUSUNAN

Makalah ini dibuat untuk berbagi ilmu dengan teman-teman. Semoga ilmu yang terdapat dalam makalah ini dapat berguna bagi yang membacanya.

1.3 RUANG LINGKUP

Pada makalah ini saya akan menekankan pada pembahasan :

Ø DEFINISI ANGKLUNG

Ø SEJARAH ANGKLUNG

Ø BERITA-BERITA FAKTUAL TENTANG ANGKLUNG

Ø PENELITIAN ANGKLUNG DI SAUNG UDJO

Ø WAWANCARA

BAB II

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

2.1 DEFINISI ANGKLUNG

Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dar Tanah Sunda, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.

:

2.2 SEJARAH ANGKLUNG

Dalam rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut angklung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Purwa rupa alat musik angklung; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke Bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).

Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan hama maupun bencana alam lainnya. Syair lagu buhun untuk menghormati Nyi Sri Pohaci tersebut misalnya:

Si Oyong-oyong

Sawahe si waru doyong

Sawahe ujuring eler

Sawahe ujuring etan

Solasi suling dami

Menyan putih pengundang dewa

Dewa-dewa widadari

Panurunan si patang puluh

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Perkembangan selanjutnya dalam permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan-aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang.

Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Angklung Dogdog Lojor

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.

Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).

Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.

Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.

Buncis

Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik mambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908-1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.

2.3 BERITA-BERITA FAKTUAL TENTANG ANGKLUNG

Cara Aman Menjaga Martabat - Kekayaan yang Dicaplok Jiran

Tidak sedikit produk, budaya, dan karya anak bangsa dipatenkan pihak lain. Kasus lagu Rasa Sayange menggugah kesadaran bangsa Indonesia untuk melindungi kekayaan budaya bangsa dengan cara mematenkannya.

Kontroversi lagu Rasa Sayange yang digunakan sebagai jingle iklan promosi wisata Malaysia belum berakhir. Bahkan, pemerintah Negeri Jiran telah mematenkan lagu tersebut. Padahal, masyarakat Indonesia mengenal Rasa Sayange sebagai lagu daerah Maluku. Perdebatan pun terus memanas di internet. Bahkan, belakangan juga diketahui lagu daerah Betawi, Jali-Jali telah dipopulerkan sebagai lagu dari Langkawi, Malaysia.

Memang tidak sedikit produk, budaya, dan karya anak bangsa dipatenkan pihak lain. Malaysia bahkan mengklaim kepemilikan angklung, alat musik tradisional dari Jawa Barat. Berbicara tentang angklung memang tak lepas dari nama Udjo Ngalagena. Maklum, jasa almarhum terhadap keberadaan musik tradisional asal Tanah Pasundan ini sangat besar. Dia mendirikan pusat pelatihan, pembuatan, dan pergelaran musik angklung. Tidak hanya membuat angklung terkenal di Tanah Air melainkan hingga mancanegara.

Sejak didirikan 40 tahun silam oleh Udjo Ngalagena, Saung Angklung Udjo (SAU) menjadi salah satu benteng pelestari angklung. Padepokan seni ini senantiasa membuka pintu bagi setiap orang yang ingin belajar angklung, tidak terkecuali orang asing. Menurut Direktur SAU Taufik Udjo, salah satu peminatnya adalah Malaysia. Selain mengimpor, Malaysia banyak mengirim warganya untuk belajar angklung.

Namun, Direktur Hak Cipta dari Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM, Anshori Sinaungan mengatakan, pendaftaran HaKI atas angklung oleh Malaysia hanya rumor dan belum terbukti.

Perlu Kesadaran. Sebenarnya, jika para peneliti dan ilmuwan di Tanah Air punya kesadaran untuk melindungi HaKI, pendaftaran hak paten atas suatu karya oleh negara lain bisa dibatalkan.

Menurut Anshori Sinaungan, kesadaran orang Indonesia untuk mengurus hak paten sangat rendah. Tidak mengherankan jika Indonesia sering terkaget-kaget mendengar negara lain lebih dulu mematenkan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat secara turun-temurun.

Padahal negara-negara maju selalu berpandangan bahwa yang berhak mematenkan ialah mereka yang mengembangkan sumber daya hayati bersangkutan. Jadi meski sumber daya hayati Indonesia mereka temukan di Indonesia, tetapi karena mereka yang kemudian mengembangkannya menjadi tanaman yang berguna untuk pengobatan, merekalah yang berhak mematenkan. Alasan mereka, sumber daya hayati adalah ciptaan Tuhan.

Untuk itu, demi mencegah ‘pencurian’ paten atas sumber daya hayati Indonesia, setiap peneliti asing yang meneliti dan mengembangkan tanaman di Tanah Air harus mendapatkan izindari pemerintah. Sementara itu, masyarakat yang berhasil mengolah atau memproduksi hasil kekayaan Tanah Air diharapkan mau mengambil langkah mematenkan temuannya.

Komunitas Angklung Web Institute (AWI) Demi Masa Depan Angklung

ANGGOTA komunitas Angklung Web Institute (AWI) berlatih memainkan lagu dengan angklung di Braga City Walk (BCW), Jln. Braga Bandung, Sabtu (17/1). Komunitas AWI yang bersifat terbuka dan heterogen menjadikan mereka sangat unik dan menjadi tantangan tersendiri bagi para pelatih dan konduktor angklung.* MUHTAR I.T./"PR"

JIKA kebetulan jalan-jalan ke Braga City Walk (BCW) Bandung Sabtu dan Rabu sore, atau Minggu siang, Anda pasti akan menjumpai salah satu pemandangan yang unik. Di salah satu sudut ruangan lantai dua, persis di depan food court area mal itu, tampak satu aktivitas yang mirip kelas darurat pengajaran musik. Puluhan anak, remaja, dan orang tua dengan seperangkat angklung di tangan, begitu saksama mengikuti instruksi dan gerak tangan seorang konduktor yang berdiri di depan mereka. Sementara itu, di belakang mereka beberapa orang tampak menjadi penonton.

JAKARTA, KOMPAS.com--Ratusan sekolah dasar di Singapura dan Malaysia memiliki dan mempelajari alat musik tradisional asal Indonesia yakni, angklung dan gamelan.

Yose Rizal Manua, Dosen Institut Kesenian Jakarta, mengatakan, banyak sekolah di luar negeri memiliki alat musik tradisional asal Indonesia.

"Selain unik, alat musik tersebut memiliki makna yang kuat dan dapat dipelajari oleh mereka, sehingga sekolah di negara itu mengharuskan siswa-siswinya mempelajari lebih dalam tentang kesenian asal Indonesia," kata Yose di Jakarta, Sabtu.

Saat berkunjung ke Singapura dan Malaysia, ia mengetahui sekitar 172 sekolah dasar di negara tersebut menyimpan alat musik angklung.

"Dan yang lebih unik lagi sekitar 150 sekolah di negara tersebut juga memiliki alat musik tradisional asal Pulau Jawa yaitu gamelan lengkap," ujar Yose.

Bukan hanya menyimpan alat musik saja, kata Yose, negara-negara tetangga juga ingin belajar kesenian dari beberapa daerah di Indonesia.

Namun sebaliknya yang terjadi di Indonesia, akhir-akhir ini generasi mudah mulai kurang senang terhadap kesenian daerah, bahkan mereka tidak lagi menghargai seni dan budaya sendiri.

Seniman yang telah beberapa kali berkeliling negara Asia dan Eropa itu mengaku sangat prihatin terhadap generasi muda yang tidak menghargai seni dan budaya sendiri.

"Terbukti banyak anak muda sekarang kurang mengerti seni dan budaya sendiri," katanya.

Ia berharap sekolah-sekolah di seluruh Indonesia kembali menanamkan kecintaan anak didiknya kepada seni dan budaya lokal, melalui mata pelajaran sekolah.

"Saya yakin dengan masuknya seni ke dalam kurikulum sekolah, seni dan budaya sendiri akan semakin dikenal oleh putra-puti kita," katanya.

2.4 PENELITIAN ANGKLUNG DI SAUNG UDJO

Industri kreatif merupakan pilar utama dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif, memberikan dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan, dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.”

Dari keempat belas kelompok industri yang dapat di kategorikan sebagai industri kreatif, maka Saung Angklung Udjo adalah termasuk industri kreatif dalam kelompok seni pertunjukan, yang definisinya sebagai berikut: “Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha, berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisionil, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukkan, tata panggung dan tata pencahayaan.”

Peninjauan ke lokasi Saung Angklung Udjo ini merupakan bagian dari pelatihan, yang merupakan pelatihan lanjutan, dan merupakan pendalaman maupun penajaman dari pelatihan yang pertama. Peserta yang hadir, langsung diajak dalam peninjauan ke lokasi usaha. Peninjauan ke lokasi Saung Angklung Udjo, yang terletak di jalan Padasuka (Bandung Timur), dilakukan setelah makan siang. Dan ini ada maksudnya, agar kami bisa melihat secara langsung dari proses pembuatan angklung, hubungan saung angklung dengan masyarakat sekitarnya, pemasarannya, manajemen nya, bahkan menikmati seni pertunjukannya.

Produksi Angklung sebagian diperoleh dari kemitraan, sekitar 80% berasal dari hasil produksi mitranya, dan nantinya SAU menambahkan sekitar 20% untuk teknologinya.

Membuat angklung

Membuat angklung

SAU sudah menerapkan standarisasi mutu, bekerja sama dengan Sucofindo, sejak dari penanaman (saat lingkar batang tertentu telah di capai, pohon bambu di potong, pada saat musim kering, karena pada saat kemarau, kelembabannya rendah dan akan menghasilkan suara yang bagus). Satria sebagai Direktur Operasional, juga mempunyai hobi menari, sehingga selama wawancara terlihat sekali bagaimana Sdr. Satri sangat menjiwai peran nya.

Pemasaran: Selain disiapkan toko cnderamata di lokasi SAU, maka pemasaran dilakukan melalui web (www.angklung.udjo.co.id), bekerjasama dengan 3 (tiga) Kementerian (Deplu, Dep Pariwisata dan Dep Koperasi).

Souvenir

Souvenir

Promosi juga dilakukan melalui mulut ke mulut, dari para pengunjung yang puas. Saat ini SAU sedang mengembangkan bisnis ritel, bekerjasama dengan sebuah Mal di Jakarta.

Setiap pengunjung diberi sebuah angklung yang telah di tulis nadanya.

Penonton diajak ikut serta main angklung

Penonton diajak ikut serta main angklung

Dan sore itu, pak Yanyan (putra pak Udjo alm) mengajak para pengunjung memainkan angklung.

Mengajarkan para penonton untuk bermain angklung bersama-sama

Mengajarkan para penonton untuk bermain angklung bersama-sama

Terlihat sekali antusias dari semua pengunjung, bahkan salah satu pengunjung maju kedepan dan bernyanyi yang diringi oleh pemain angklung amatir ini. 9)Angklung orkestra. Permainan angklung dikombinasikan dengan permainan alat musik lain, seperti gitar, perkusi dll. 10) Angklung jaipong, merupakan perpaduan antara tari jaipong dengan angklung orkestra. 11) Menari bersama. Sebagai akhir acara, putra putri yang masih kecil-kecil itu mengajak penonton menari bersama. Betapa meriahnya suasana, sebelum acara ditutup dengan menyanyikan lagu “auld lang syne“.

2.5 WAWANCARA

Budaya angklung bagi masyarakat padasuka dan sekitarnya.

Lokasi : padasuka dan sekitarnya

(WARTAWAN)

Dibalik nama besar alat musik angklung , banyak pula orang yang sudah turut membesarkannya baik di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri. Sebut saja Pak Daeng Soetigna, tokoh dan pencipta angklung Padaeng, Mang Udjo (Alm), Pak Eddy, dan Pak Obby AR. Nama-nama tersebut adalah sebagian nama yang berjasa besar untuk angklung.

Bagi Anak-anak KABUMI Universitas Pendidikan Indonesia, Nama Haris Sungkawa sudah tidak asing lagi. Nama itu sering ada di sekian banyak lembaran partitur Angklung di sanggar KABUMI UPI.

(HARIS SUNGKAWA)

Apakah ada basic khusus dalam berkesenian untuk Kang Haris?

“Bagi saya, tidak ada basic khusus dalam berkesenian. Dari kecil, saya sudah terbiasa dan dihadapkan dengan segudang kegiatan berkesenian. Dari kecil saya sudah mengenal Angklung, suling dan gamelan. Mungkin dari kebiasaan itulah semuanya berjalan sampai sekarang.”

Bagaimana cara Kang Haris membuat sebuah partitur Angklung?

“Awalnya dari mencoba-coba, mempelajari dan mengamati. Sering muncul pertanyaan dalam benak saya ketika berhadapan dengan partitur apalagi ketika saya mencoba partitur untuk dimainkan, apakah salah arransment-nya? Atau salah yang memainkannya? Sehingga lagu yang saya coba arransment kurang enak untuk didengar. Dari hal-hal seperti itu, pengetahuan dan pengalaman saya terus bertambah dari hari ke hari. Bagi saya, musik Angklung sifatnya matematik, lain halnya dengan meng-arransment lagu, hal yang matematik tersebut mau tidak mau harus dilengkapi dengan pengetahuan lain yang terkadang harus saya cari tau sendiri, sebut saja pengetahuan tentang harmonisasi. Saat arransment selesai dibuat (biasanya di kertas terlebih dahulu), kemudian saya coba, dan saya perbaiki sampai saatnya saya torehkan diatas kain putih. Banyak juga dari sekian banyak Arransment dibuat khusus sesuai dengan karakter dan gaya penyanyinya.”

Partitur yang paling berkesan bagi Kang Haris?

“Dari sekian banyak partitur di KABUMI yang saya buat, ada beberapa partitur yang paling berkesan untuk saya, sebut saja Skater Waltz, Rinai Hujan, dan Sepanjang Jalan Kenangan. Bagi saya, membuat arransment dan partitur adalah suatu kepuasan tersendiri, dalam artian banyak harapan selama pembuatannya. Harapannya…bunyi Angklung saat dimainkan diusahakan sesuai dengan keinginan saya pada saat meng-arransment lagu”.

Selain membuat arransment lagu untuk Angklung, karya-karya apalagi yang Kang Haris buat untuk Angklung?

“Saya pernah membuat Cakram Konversi dan Tabel Harmoni not angka, Cakram konversi adalah sebuah media sebagai hasil dari gubahan bentuk tabel Angklung yang dibuat dengan bentuk melingkar. Yang mendasari pembuatan “Cakram Konversi” tersebut adalah mengingat begitu susahnya membaca kolom dan baris pada table Angklung. Dengan adanya Cakram Konversi ini harapan saya bias memberikan kemudahan kepada kita saat bermain angklung.”

Selama bergelut dengan dunia Angklung, nilai-nilai apa yang berbekas dan yang Kang Haris dapatkan?

“Pertama, tentunya teman, saya semakin banyak teman, yang saya rasakan sampai sekarang, nilai-nilai kekeluargaan sesama anggota Angklung terus terbina dengan baik, silaturahmi diantara anggota yang semakin tinggi juga. Selain teman, juga banyak pengalaman. Pengalaman sungguh sangat mewarnai hidup saya dan berkaitan secara tidak langsung dengan pekerjaan”.

Harapan Kang Haris untuk Angklung?

“Ada banyak harapan, walau kiprah saya di dunia angklung sudah sedikit terbatas untuk saat ini dikarenakan satu dan lain hal. Tapi di balik itu semua, saya masih menyimpan banyak harapan, diantaranya berharap Angklung bisa menjadi “alat musik standar internasional” yang diakui keberadaannya secara internasional juga.”

(Fikka)

Fikka adalah mahasiswi UNIVERSTAS PADJAJARAN '08

Apakah anda punya alat musik angklung?

”gak punya.”

Pernah belajar memainkan angklung?

”watu SD sering tampil, ikut eskul angklung.”

Lagu apa saja yang pernah anda mainkan menggunakan angklung?

”lagu sipatugelang, bubuybulan, manukdadali, ibu kita kartini, masih banyak lagi deh.”

Harapan anda untuk angklung?

”harapannya ya makin maju aja deh buat dunia perangklungan.”

(Fauzia)

Hobinya baca buku. Dia sekolah di SMAN 8 Bandung.

Apakah anda punya alat musik angklung?

”gak punya.”

Pernah belajar memainkan angklung?

”belajar maen angklung pas sma.”

Lagu apa saja yang pernah anda mainkan menggunakan angklung?

lagu pernah muda, lagu i will survive dan lagu i'm yours.”

Harapan anda untuk angklung?

semoga angklung bisa jadi alat musik terkenal dan dimainkan oleh semua orang.”

(Fhay)

Apakah anda punya alat musik angklung?

”Gak punya.”

Pernah belajar memainkan angklung?

”Belum pernah.”

Lagu apa saja yang pernah anda mainkan menggunakan angklung?

”Tidak ada, karena belum pernah main angklung”

Harapan anda untuk angklung?

”karena kita tinggal di jawa barat yang alat musik tradisionalnya angklung, otomatis angklung harus dikembangkan lagi. jadi budaya itu tidak boleh ditinggalkan.”

(Amanda)

Apakah anda punya alat musik angklung?

”tidak punya.”

Pernah belajar memainkan angklung?

”pernah main waktu SD.”

Lagu apa saja yang pernah anda mainkan menggunakan angklung?

”Aku lupa lagi, yang pasti lagu daerah.”

Harapan anda untuk angklung?

”harapanya jangan sampai angklung di jadiin hak milik malaysia deh, dan semoga tetap eksis aja.hidup saung angklung udjo.”

Amanda Ratri Yasmin

Apakah anda punya alat musik angklung?

”Gak punya angkung.”


Pernah belajar memainkan angklung?

”Mempelajarinya pada saat studi karya ilmiah bersama sekolah.”

Lagu apa saja yang pernah anda mainkan menggunakan angklung?

”Lagu ayo mama.”

Harapan anda untuk angklung?

”Harapan untuk angklung, semoga angklung dapat lebih dipopulerkan terutama di kalangan pelajar.”

Hasil Wawancara:

Masyarakat yang saya wawancara tidak punya angklung di rumahnya. Tetapi Sebagian besar pernah belajar angklung waktu SD, bahkan yang belajar waktu di SMA pun ada. Mungkin belum terlalu banyak lembaga yang mewadahi mereka untuk mengembangkan kesenian daerah ini. Tidak hanya lagu daerah satja yang dimainkan menggunakan angklung bahkan lagu berlirik bahasa inggris pun bisa dibawakan menggunakan angklung.

Solusi :

Agar masyarakat khususnya siswa siswi agar tetap mengenal dan mempelajari kesenian daerah teutama angklung, sebaiknya di sekolah-sekolah diadakan studi karya ilmiah ke tempat-tempat kesenian daerah.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Kesenian daerah ini harus dilestarikan, kesenian ini merupakan budaya bangsa. Sebenarnya, jika para peneliti dan ilmuwan di Tanah Air punya kesadaran untuk melindungi HaKI, pendaftaran hak paten atas suatu karya oleh negara lain bisa dibatalkan. Kesadaran orang Indonesia untuk mengurus hak paten masih sangat rendah. Tidak mengherankan jika Indonesia sering terkaget-kaget mendengar negara lain lebih dulu mematenkan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat secara turun-temurun.

Padahal negara-negara maju selalu berpandangan bahwa yang berhak mematenkan ialah mereka yang mengembangkan sumber daya hayati bersangkutan. Jadi meski sumber daya hayati Indonesia mereka temukan di Indonesia, tetapi karena mereka yang kemudian mengembangkannya maka merekalah yang berhak mematenkan.

Tidak sedikit produk, budaya, dan karya anak bangsa dipatenkan pihak lain. Kasus lagu Rasa Sayange menggugah kesadaran bangsa Indonesia untuk melindungi kekayaan budaya bangsa dengan cara mematenkannya.

Banyak anak muda sekarang kurang mengerti seni dan budaya sendiri

Saya berharap sekolah-sekolah di seluruh Indonesia kembali menanamkan kecintaan anak didiknya kepada seni dan budaya lokal, melalui mata pelajaran sekolah.

"Saya yakin dengan masuknya seni ke dalam kurikulum sekolah, seni dan budaya sendiri akan semakin dikenal oleh masyarakat."

DAFTAR PUSTAKA

Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.

http://wikipedia.org

http://jakartakompas.com

http://pikiranrakyat.com

http://www.bandungtourism.com/

http://angklung-udjo.co.id.